Pedoman Jasa Arsitek ( IAI )
Pedoman Jasa Arsitek ( IAI )
Kebutuhan akan arsitek untuk proyek hunian di Indonesia ini masih berada di level tersier. Peran arsitek masih kurang diterima dengan baik oleh masyarakat. Hal ini ditambah pula masih banyaknya yang membuka fee jasa desain di bawah 200 ribu per meter, bahkan ada yang mematok harga sampai dengan 50 ribu per meter. Jika masyarakat Indonesia bisa lebih teredukasi dengan profesi ini, kemungkinan suatu saat kebutuhan akan desain arsitektur yang baik bisa berpindah kuadran dari kebutuhan tersier menjadi kebutuhan sekunder.
Kondisi standar fee yang berbeda-beda dan beredar luas di masyarakat, seakan-akan memberikan kebingungan di mata masyarakat umum akan ketidak jelasan dari peraturan dan institusi yang mengatur kebijakan mengenai standar fee jasa desain arsitektur di Indonesia. Standarisasi fee desain arsitek kehadirannya sangat diperlukan.
Untuk bisa mencapai tahap ini, sosialisasi dan edukasi untuk masyarakat tentang kesadaran akan peranan arsitek juga mutlak diperlukan, agar masyarakat lebih peka akan perbedaan kualitas dan pengalaman ruang yang terdesain dengan yang kurang terdesain dengan baik. Dengan begitu, masyarakat akan paham tentang pentingnya peranan arsitek dalam menciptakan lingkungan binaan yang baik. Namun, tak sedikit masyarakat masih “buta” soal biaya menggunakan jasa arsitek saat ini. Padahal, tarif untuk jasa arsitek sudah ada patokannya secara resmi.
Akan tetapi pada kenyataanya kebanyakan dari para pelaku dan praktisi arsitektur lebih banyak menggunakan metode pembayaran jasa fee per meter, Acuan biaya per meter hanya untuk memudahkan owner dalam mengkalkulasi biaya secara kasar yang mesti dikeluarkan untuk jasa perancangan arsitektur. Melihat kondisi di lapangan, banyak yang masih menganggap arsitek hanya sebagai tukang gambar, oleh karena itu fee murah banyak bermunculan dan dianggap sebagai hal yang wajar.
Sebelumnya mari kita sepakati dulu bahwa pekerjaan seorang arsitek bukanlah sebatas ‘menggambar rumah’. Kegiatan sebenarnya itu merupakan sebuah proses yang panjang dari konsep hingga rumah terbangun dan proses ‘gambar’ tersebut hanya sebagian kecil dari perjalanannya.
konsep desain skematik -> desain pengembangan -> gambar kerja -> supervisi lapangan
Pada tahap konsultasi ke arsitek semestinya arsitek belum boleh mengenakan imbal jasa konsultasi karena sebagai sebuah profesi layaknya dokter, pengacara, dan psikolog, arsitek mempunyai tanggung jawab sosial untuk mengedukasi masyarakat. Sedangkan jika sudah mencapai tahap proses menggambar desain, barulah akan ada imbal jasa yang sesuai dengan pengalaman dan produk yang dihasilkan.
Menurut kami semua tahapan di atas itu mempunyai bobot yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan kondisi kontrak misalnya : untuk proyek A, konsep desain skematik bobotnya 40% dari nilai kontrak, desain pengembangan 30%, gambar kerja 20%, dan supervisi 10%. Nantinya apabila klien mendadak men-drop proyeknya dikarenakan suatu hal, pembayaran untuk arsitek mengikuti bobot pekerjaan yang sudah dikerjakan saja.
Pada tanggal 17 April 2012 di Hotel Dharmawangsa dan tanggal 11 September 2012 di JDC, para praktisi arsitektur Jakarta membuat beberapa usulan untuk membuat standar honorarium para arsitek di Jakarta. Karena seperti kita tau bersama, range yang ada di pasaran sekarang sangat beragam. Hal inilah yang sebenernya bisa membuat industri arsitektur di Indonesia jatuh untuk kedepannya.
Her Pramtama, Ketua Kehormatan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta mengatakan bahwa honorarium arsitek saat ini sudah transparan. Her mengatakan, ketetapan honorarium baru sudah disahkan pada 22 Desember 2012 silam. “Besar imbalan jasa arsitek merupakan persentase dari besaran nilai biaya bangunan yang disesuaikan dengan jenis kategori bangunan tersebut. Kategori bangunan dan tabel perhitungan imbalan jasa arsitek ini diatur sesuai yang tercantum pada buku pedoman hubungan kerja antara arsitek dengan pengguna jasanya,” ujar Her.
Berdasarkan ketetapan terbaru, untuk pekerjaan rumah tinggal yang dikategorikan sebagai pekerjaan dengan tingkat kompleksitas tinggi, maka nilai honorarium atau imbalan jasa arsitek dihitung minimum sebesar 200 ribu per meter persegi atau 7% dari nilai fisik bangunan atau konstruksi. Perhitungan berbeda berlaku untuk bangunan sosial yang tidak bersifat komersial. Honorarium dihitung maksimum 2,5 % dari nilai Konstruksi Bangunan dengan luas bangunan maksimum 250 m2.
KATEGORI BANGUNAN
- Bangunan Khusus
Bangunan-bangunan yang dimiliki, digunakan, dan dibiayai oleh Pemerintah sesuai tercantum dalam Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. - Bangunan Sosial
Memiliki sosial yang tidak bersifat komersial (nonkomersial):
a. Masjid, gereja dan tempat peribadatan lainnya, rumah penampungan yatim piatu, bangunan pelayanan masyarakat dengan luas bangunan maksimum 250 m2.
b. Bangunan rumah tinggal atau hunian dengan luas maksimum 36 m2. - Bangunan Kategori 1
Memiliki karakter sederhana, kompleksitas, dan tingkat kesulitan yang rendah:
Tipe Hunian : asrama, hostel
Tipe Industri : bengkel, gudang
Tipe Komersial : bangunan-bangunan tidak bertingkat, tempat parkir - Bangunan Kategori 2
Memiliki karakter, kompleksitas, dan tingkat kesulitan rata-rata
Tipe Hunian : apartemen, kondominium, kompleks perumahan
Tipe Industri : gardu pembangkit listrik, gudang pendingin, pabrik
Tipe Komersial : bangunan parkir bertingkat, kafetaria, restoran, kantor, perkantoran, rukan, ruko, toko, pusat perbelanjaan, pasar, hanggar, stasiun, terminal, superblok/fungsi campuran
Tipe Komunitas : auditorium, bioskop, ruang pameran, ruang konferensi, ruang serbaguna, ruang pertemuan, perpustakaan, penjara, kantor pelayanan umum
Tipe Pelayanan Medis : klinik spesialis, klinik umum, rumah jompo
Tipe Pendidikan : sekolah, tempat perawatan
Tipe Rekreasi : gedung olahraga, gimnasium, kolam renang, stadion, taman umum - Bangunan Kategori 3
Memiliki karakter khusus, kompleksitas, dan tingkat kesulitan tinggi:
Tipe Hunian : rumah tinggal privat
Tipe Komersial : bandara, hotel
Tipe Komunitas : galeri, ruang konser, museum, monumen, istana
Tipe Pelayanan Medis : rumah sakit, sanatorium
Tipe Pendidikan : laboratorium, kampus, pusat penelitian / riset
Tipe Peribadatan : gereja, klenteng, masjid, dan lain-lain dengan luas lebih dari 250 m2
Tipe Lain : kantor kedutaan, kantor lembaga tinggi negara, pemugaran, renovasi, bangunan dengan dekorasi khusus
Ada beberapa poin yang membahas mengapa persentase dari biaya pembangunan sebagai fee arsitek itu dirasakan tidak lebih baik dibandingkan dengan cara menghitung ‘permeter bangunan’:
- Jika kita menggunakan persentase, maka fee yang diterima oleh arsitek senior yang berpengalaman dengan fee yang diterima oleh arsitek junior yang baru lulus akan berada dilevel yang sama. Jika ternyata standar fee terlalu tinggi, akan memberatkan masyarakat dengan budget yang terbatas. Akan tetapi jika standar fee yang diberikan terlalu rendah, akan memberatkan arsitek yang sudah berpengalaman karena pemerataan fee jasa desain yang dipukul rata. Lalu berapakah standar yang pas dan diterima untuk fee jasa arsitek? Dan apakah sudah cukup fair untuk kedua belah pihak?
- Jika kita menggunakan biaya ‘permeter bangunan’, maka arsitek junior tentu saja akan mempunyai harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan arsitek yang sudah berpengalaman. Dan harga tersebut akan meningkat sedikit demi sedikit sesuai dengan banyaknya portfolio yang mereka kerjakan. Menurut kami perhitungan fee jasa desain ini sudah cukup fair, karena masyarakat akan lebih mudah dalam memilih dengan leluasa arsitek yang sesuai dengan budget yang dimilikinya.
Menurut kami idealnya akan lebih baik bekerja dengan arsitek yang independen (tidak terpengaruh oleh kontraktor). Kenapa? Karena arsitek independen tidak akan membuat desain berdasarkan keuntungan proyek. Sang arsitek akan mendesain sesuai kepentingan dan kebutuhan kita. Jika gambar diserahkan secara langsung ke kontraktor, ada kemungkinan dari pihak kontraktor akan membuat gambar berdasarkan keuntungan terbanyak yang bisa diraih oleh kontraktor. Akan tetapi jika akan tetap menggunakan jasa kontraktor dari arsitek, jangan lupa untuk selalu memisahkan antara fee desain dan kontrak pembangunan.
Sebenernya pernyataan tentang ‘fee jasa arsitek mahal’ itu memang sering terjadi, dikarenakan mindset berpikir kita yang selama ini hanya melihat nominal sebagai tolak ukur, daripada keuntungan apa yang akan didapat jika memakai jasa arsitek.
Berikut ini beberapa keuntungan yang dapat diperoleh ketika menggunakan jasa arsitek :
- Mengatur budget pembangunan. jika dihitung-hitung untuk masalah penghematan anggaran, akan lebih murah menggunakan jasa arsitek karena anggaran pembangunan bisa lebih terkontrol dan terencana. contoh: rumah 100m2 dengan fee arsitek sebesar Rp. 250rb/m2, jumlah uang yang dikeluarkan sebesar Rp. 25 juta. Mungkin awalnya terlihat mahal, akan tetapi pada proses pelaksanaanya jika ditotal akan jadi lebih murah. Dengan bantuan arsitek, owner dapat menawar anggaran dari kontraktor senilai Rp.50 juta tanpa mengurangi kualitas desain secara keseluruhan. Kualitas bangunannya pun akan lebih sesuai dengan angka yang dibayarkan kepada kontraktor.
- Estetika. Manusia diberikan indra perasa dan memiliki citarasa akan sesuatu hal yang indah. Seorang arsitek yang memang menjalani profesinya secara profesional akan memiliki taste desain yang lebih baik dibandingkan dengan orang awam. Kenapa? karena arsitek dalam kesehariannya disadari atau tidak akan terus mencari referensi tentang arti keindahan di dalam sebuah bangunan di dalam penglihatannya. Jika kita akan membangun rumah tanpa bantuan arsitek, apakah dalam rentang waktu 5 -10 tahun lagi desain bangunan ini akan terus bertahan ?
- Kenyamanan. Ada beberapa teori yang memang diajarkan sewaktu menjalani kuliah di jurusan arsitektur yang mungkin terdenger sepele tetapi akan mempengaruhi kenyamanan ketika kita berada di dalam sebuah bangunan.
Arsitek seharusnya lebih menonjolkan peran profesinya sebagai problem-solver, karena tentu saja dalam menyediakan kebutuhan ‘papan’ itu setiap orang pasti memiliki masalah tersendiri disetiap proyek. Masalah efisiensi, masalah lingkungan, masalah perijinan, masalah kenyamanan, keseluruhan masalah ini sudah seharusnya bisa diselesaikan dengan desain.
Arsitek tidak melulu dianggap sebagai desainer konsep, akan tetapi secara umum lebih dianggap sebagai konsultan / problem solver yang harus selalu berada di samping klien pada waktu proses pra-desain sampai hand-over (kadang juga sampai setelah dihuni).
Menurut kami problem solver bukan berarti ikut mengurus perijinan atau ikut membangun, tetapi lebih berperan dalam membantu mencari jalan keluar, menjadi penghubung dalam hal perijinan, membantu proses pemilihan kontraktor, membantu menawar biaya pengerjaan oleh kontraktor dan yang paling penting datang secara berkala pada waktu proses pelaksanaan, karena akan selalu terdapat masalah di pengerjaan yang akan membutuhkan pemecahan dari desainernya, Dan yang akan menguji keseluruhan pengalaman dan pengetahuan dari sang arsitek adalah ketika berada di fase ini.
Arsitek profesional semestinya sudah bisa memperkirakan secara kasar semua cost yang akan dikeluarkan akibat dari desain yang telah dikerjakan dan klien semestinya sudah mempunyai gambaran kasar berapa budget yang mesti mereka siapkan dari awal sebelum mencoba meng-hire arsitek.
Pada akhirnya, penilaian akan dikembalikan kepada khalayak umum, bahwa menggunakan jasa arsitek bukan semata sebagai prestise melainkan juga dapat menjawab masalah dan mendapatkan benefit yang nyata. Menurut anda bagaimana?
Sumber : www.llliving.net, www.kompas.com, Buku panduan IAI